PENGALAMAN MENERAPKAN 3 METODE PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS KARAKTER
PENGALAMAN MENERAPKAN 3
METODE PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS KARAKTER
Mengajar adalah
kesenangan saya, dan mendidik adalah kewajiban saya sebagai guru. Karena itu
merupakan salah satu jalan saya untuk menuju ke Syurganya Allah swt. Tak terasa
kurang lebih satu semester saya menjalani proses pengajaran di sekolah secara
tatap muka di masa Pandemik ini. Ada sebuah kondisi yang berbeda dari
sebelumnya dimana kami harus meng up grade diri dengan kurikulum baru yang di
selenggarakan oleh Mas Menteri, yakni merdeka belajar, serta penyesuaian diri
dengan kemampuan terhadap resilience era digital 4.0. sangat menantang karena
pembelajaran sejarah pada hakikatnya bukan pembelajaran yang hanya meminta
siswa untuk bisa menjawab soal untuk mengukur pemahaman konseptualnya, namun mampu
membentuk pola pikir yang tajam dan kritis terhadap situasi dan kondisi dalam
kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu saya
mencoba menggunakan 3 metode dalam proses pengambilan nilai dengan
menyelaraskan karakter dan kecerdasan siswa. Untuk mendukung konsep merdeka
belajar tersebut. Diantaranya adalah dengan menggunakan metode main maping,
wawancara, dan menggambar karikatur. Saya memberikan pilihan kepada siswa-siswa
untuk bisa memilih metode pengambilan nilai yang sesuai dengan minat mereka.
Saya mencoba untuk internalisasi mengenai pemahaman konsep Merdeka Belajar.
Mari kita kupas satu persatu mengenai tiga metode tersebut. 1. Main maping ( peta
pemikiran) ini saya gunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam
mengolah cara berfikir, kedalaman analisa terhadap materi yang saya sampaikan
yang di petakan dalam sebuah tulisan. 2. Wawancara (interview) digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi dengan cara menyampaikan
sebuah gagasan atau ide, pemahaman yang terkorelasi dengan situasi kontekstual
dan mengukur keluasan dalam penyampaian materi secara verbal, semakin baik
kemampuan verbalnya maka akan semakin sederhana penjelasannya serta mudah
dipahami. 3. Menggambar Karikatur digunakan untuk mengukur kemampuan bagi
siswa yang memiliki kecerdasan yang di dominasi oleh otak kanan. Dimana mereka
mampu memvisualisasikan materi yang sudah di sampaikan melalui gambar yang
hidup. Dari semua metode penilaian tersebut menggunakan TABLET sebagai media
pembelajaran siswa kecuali Wawancara.
Dalam prosesnya memang
membutuhkan persiapan yang panjang, namun disini tantangannya berusaha untuk
dinikmati dan dihayati. Jauh sebelum saat ini saya pernah menggunakan metode
ini pada tahun 2015. Dan responnya positif dari siswa-siswa saya. Karena
seperti mengembangkan potensi mereka sesuai dengan karakter mereka, tidak
memaksa mereka sekedar mengikuti perintah saya, namun paham dengan materi yang
saya ajarkan dan memiliki pola pikir serta gagasan yang dapat membentuk mereka
lebih berkarakter.
Pada saat ini ke dua kali
saya mulai menerapkan lagi di kondisi yang berbeda dan tantangan zaman yang
berbeda pula dimana era informasi digital Gadget mulai mendominasi pusat
perhatian siswa. Menyebabkan hasilnya berbeda pula dimana siswa-siswa mengalami
ketidak mampuan melewati proses berpikir sistematis dan jangka panjang, ini
dominasi pada anak-anak yang memilih
penilaian yang menggunakan Main Maping, dimana mereka merasa sulit dalam
mengurai dan memetakan materi secara sistematis. Mereka cenderung menyalin
sebuah catatan yang mereka catat dari materi yang saya berikan. Mereka
berdalih’’dzah saya engga bisa buat main maping jadi saya buat rangkuman saja
yaa’’, secara general kesulitan yang dialami oleh siswa-siswa tidak hanya pada
siswa yang memilih penilaian secara Main maping saja, namun juga pada penilaian
yang dilakukan dengan metode wawancara dan menggambar karikatur.
Pada umumnya mereka
merasa kesulitan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ; 1) mereka terbiasa
pada sesuatu yang prosesnya singkat dan cepat. Ini dikarenakan mereka terbiasa
menyimak informasi melalui media sosial yang populer saat ini, dan tidak
melalui proses membaca buku. Hal ini menjadikan mereka dengan cara berpikir
yang instan sehingga ada proses resilience yang terlewati. 2) fokus mereka
terpusat pada Gadget yang ada didepan mereka sehingga materi dan atau instruksi
yang saya sampaikan tidak terserap dengan baik. Meskipun sudah ada instruksi
untuk tidak menggunakan Gadget, dan mereka mengikutinya, mereka merasa bosan
dengan penjelasan yang menurut mereka sangat panjang dan rumit.
Dari kondisi demikian
membuat saya mulai berpikir lagi untuk mencari cara agar siswa-siswa dapat
berdaptasi dengan Gadgetnya yang fungsi utamanya untuk media pembelajaran.
Endgame metode ini yang saya terapkan belum seluruhnya berhasil karena hasilnya
jauh dari ekspektasi sebelumnya yang pernah saya lakukan pada tahun 2015.
Kurang lebih karena faktor-faktor tersebut. Dari kondisi demikian konsep ‘’Merdeka
Belajar’’ yang mulai saya terapkan dalam pengajaran sejarah dikelas,
masih belum sepenuhnya berhasil karena harus ada inovasi yang harus saya
lakukan sebagai guru, agar siswa yang menjadi subjek proses belajar ini bisa
lebih mampu mengendalikan diri terhadap Gadget yang memiliki adiktif berbahaya,
dan ketika mereka sudah mampu memunculkan self disiplin secara otomatis maka
potensi mereka akan keluar seiring dengan perkembangan digital saat ini.
Hasil karya salah satu santri M.
Hanif membuat karikatur digital yang memanfaatkan Tab sebagai media pembelajaran
yang efektif . dan membuat Main Maping yang menggunakan media Canva .
Komentar
Posting Komentar